Monday, March 7, 2011
Architects Under Big 3 #11 Sakti Soediro
Ketika terikat bekerja penuh waktu sebagai seorang arsitek pada sebuah firma arsitektur justru terasa menghambat proses saya dalam berkreatifitas. Maka berhasil hidup & bekerja sebagai seorang arsitek lepas diBali selama hampir empat tahun merupakan pencapaian & berkah yang luar biasa untuk saya pribadi.
Memulai dari nol. Berbekal pengalaman minimum. Tak kenal apa dan siapa. Menjadi arsitek lepas diBali ternyata tidaklah semudah & sesederhana yang dibayangkan. Kita dituntut untuk bisa menjadi lebih dari sekedar ’siap’ untuk bisa menjalaninya dengan maksimal.
"Siap untuk mengambil keputusan dengan cepat dan cermat. Siap untuk menjadi teramat sangat beruntung dan teramat sangat tidak beruntung. Siap. Untuk berpikir inside the box, outside the box, at the edge of the box dan berpikir as the box itself " merupakan salah satu kunci bisa bertahan menjalani profesi yang total menyenangkan ini.
Lepas dari banyak sisi menyenangkannya, ini serius, menjalani profesi sebagai arsitek lepas tidak semudah & sesederhana yang terlihat.
Tentang Sakti Soediro:
Menyelesaikan studi arsitekturnya dari Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia di Yogyakarta pada tahun 2004. Sakti melewati satu tahun pertama setelah kelulusannya dengan bekerja sebagai junior arsitek di TEKSTUR, sebuah studio Arsitektur berkembang dibilangan Jakarta Selatan. Tahun 2006 melalui sebuah kompetisi fotografi, Sakti meraih beasiswa untuk mengikuti pendidikan singkat tentang Photography and Digital Art di Temasek Polytechnic Singapura. Sakti memutuskan untuk memulai hidup di Bali dan bekerja lepas sebagai seorang arsitek sejak tahun 2007. Dengan segala pahit manisnya sampai hari ini Sakti telah berhasil menyelesaikan beberapa proyek arsitektural beberapa lainnya yang terkait dengan seni dan arsitektur.
***
[English Version]
When working in an architecture firm as a full time worker-architect feels limiting the process of my creativity. Then successfully living and working as a freelance architect for almost four years is an achievement and grateful blessing for me personally.
Starting from zero. Armed with minimum experiences. Do not know what and whom. It’s not as simple as imagined to be a freelance architect in Bali. Need more than just “ready” to be able to live it to the fullest.
Be ready to take fast, quick, effective decisions. Be ready to get darn lucky and god damn unlucky. Be ready to think inside the box, outside the box, at the edge of the box and think as a box itself is one of the keys to survive in this totally exhilarating profession.
Apart from the fun side, this is serious, being an freelance architect is not as easy and simple as it seen.
About Sakti Soediro:
She finished her study from Architecture Department Indonesia Islamic University in Yogyakarta in 2004. Sakti worked as a junior architect at TEKSTUR, a developing architecture firm in South Jakarta for one year after her graduation. In 2006, through a photography competition Sakti achieved scholarship for a Photography and Digital Art short course in Temasek Polytechnic in Singapore. After finishing her scholarship in 2007, she decided to live in Bali as a freelance architect. Until today, with entirely the black and white side she has been through, Sakti has successfully finished some architectural projects and some other projects related to art and architecture.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment