Monday, April 22, 2013

Post Event Release: Architects Under Big 3 -Closing The 3rd Year-


Seperti biasa setiap tahunnya, memasuki tanggal 12 April, menjelang tutup tahun ketiga Architects Under Big 3 (AUB 3) mengadakan serangkaian kegiatan. Untuk tahun ini kegiatan yang diadakan antara lain: Photography and Sketch Exhibition yang dibuka dari 12 – 21 April 2013, Architecture Field Trip pada 13 April 2013, dan ditutup dengan Talkshow dengan tema “Bali Through My Eyes” oleh Popo Danes dan Ketut Arthana pada 21 April 2013.


AUB3 Closing The 3rd Year - Photography & Sketch Exhibition -

Sebagai pembukaan rangkaian acara AUB3 Closing The 3rd Year diadakan Photography and Sketch Exhibition pada Jumat, 12 April 2013. Pameran memamerkan karya - karya sketsa dan foto dari peserta yang terpilih ini akan berlangsung selama 10 hari. Pada pembukaan pameran ini juga diadakan voting untuk poster dan presenter terfavorit di AUB3 tahun ketiga.

Suasana Pameran
Kegiatan dimulai pada pukul 19.30 dan dibuka oleh Andesita Oki selaku program manager, yang menggantikan Bapak Popo Danes yang saat itu berhalangan hadir.  Kemudian dilanjutkan dengan penampilan dari Band Emoni yang menyanyikan dua buah lagu.

Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pengumuman hasil voting sekaligus penyerahan award untuk presenter dan poster terfavorit dari peserta AUB3 edisi 25 – 35. Poster terfavorit diberikan kepada Cok Gung Pramanayogi (presenter AUB #35) dan presenter terfavorit diberikan kepada Urban Sketchers Bali (presenter AUB #34). Selain dua penghargaan diatas, juga diberikan beberapa penghargaan lainnya kepada presenter maupun audiens yang sudah berpartisipasi selama kegiatan AUB3 3rd year. Penghargaan tersebut antara lain: The Most Interactive Presenter: Rezza Rahadian (AUB #29), The Most Cooperative Presenter: Gilbert Yohannes Voerman (AUB #25), Presenter with The Most Audience: Urban Sketchers Bali (AUB #34), The Most Questions Asked: Isabella Andjanie, dan yang terakhir The Most Active and Responsive Audience: Eka Swadiansa.

ki - ka: Andesita Oki bersama Urban Sketchers Bali (Presenter Terfavorit) & Cok Gung Pramanayogi (Poster Terfavorit)
Sebelum berakhir, acara dilanjutkan dengan serah terima jabatan oleh Andesita Oki selaku Program Manager AUB3 tahun ketiga, dan akan dilanjutkan oleh Jeanne Elisabeth yang akan dibantu oleh Riska Yunita pada AUB3 tahun keempat nanti. Kemudian acara ditutup oleh penampilan Band Emoni yang menyanyikan tiga buah lagu.



AUB3 Closing The 3rd Year - Architecture Field Trip -

Ada yang berbeda pada rangkaian acara AUB3 Closing The 3rd Year dari tahun - tahun sebelumnya. Pada tahun ketiga ini, AUB3 mengadakan "Architecture Field Trip". Field trip ini mengunjungi 3 objek arsitektur, yaitu: Villa Bayad (Popo Danes Architect), Five Elements (ARTE) dan Green Village (PT. Bamboo Pure) dan diikuti oleh 25 peserta yang berasal dari kalangan profesional dan mahasiswa.

Objek pertama adalah Villa Bayad yang terletak di Payangan. Ketika peserta field trip datang ke villa ini disambut langsung oleh pemilik villa, yaitu Mr. Jesper Fredricson dan Mrs. Sussanne Gamsgaard. Dipandu oleh 2 anggota dari PDA dan pegawai dari Villa Bayad, peserta field trip dibagi menjadi 2 grup untuk berkeliling Villa Bayad. Villa Bayad Setelah puas mengeksplorasi Villa Bayad, peserta pun foto bersama dengan pemilik villa.

Peserta Field Trip bersama Owner Villa Bayad

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Five Elements atau Puri Ahimsa di Mambal. Sebuah healing center karya Ketut Arthana yang mengadaptasi 5 unsur alam dan cara hidup orang Bali ini selesai dibangun pada tahun 2010. Dibagi menjadi 2 grup, peserta diajak berkeliling oleh pegawai dari Five Elements. Peserta diajak berkeliling ke fasilitas yang dimiliki oleh Five Elements. Kami juga sangat beruntung karena pada saat itu ada salah satu unit villa yang kosong sehingga peserta dapat melihat - lihat ke dalam villa.

Peserta di Five Elements
Objek terakhir adalah Green Village karya PT. Bamboo Pure. Disini kami disambut oleh Pak Amri, selaku pemandu dari Green Village. Pak Amri menjelaskan bahwa Green Village ini merupakan sebuah estate yang disediakan oleh Green School untuk orang tua siswa atau siswa yang tidak bisa ditampung di asrama. Setelah itu, peserta diajak berkeliling ke salah satu rumah. Setelah berkeliling, peserta field trip berdiskusi dengan arsitek dari PT. Bamboo Pure. Diskusi berlangsung hangat tentang Green Village maupun arsitektur bambu itu sendiri. Acara diskusi dan field trip ini pun ditutup dengan foto bersama peserta dengan arsitek PT. Bamboo Pure.

Foto Bersama PT. Bamboo Pure


AUB3 Closing The 3rd Year - Talkshow -
"Bali Through Your Eyes"
  
Pada masa yang begitu global seperti saat ini, pengaruh-pengaruh dari dunia luar dan budaya lain tentunya tidak dapat terelakkan. Hal ini terjadi pula di ranah arsitektur yang seringkali berada pada kegamangan sikap antara menselaraskan nuansa arsitektur tradisional setempat dan modernisasi yang terus mendesak masuk akibat tuntutan lain yang tumbuh pada masyarakat. Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini AUB3 Closing 3rd Year menghadirkan Popo Danes dan Putu Swasta sebagai pembicara dalam diskusi "Bali Through Your Eyes".

Suasana Talkshow
Dalam pandangan yang disampaikan Popo Danes, Bali merupakan pulau yang unik dengan beragam sumber kreativitas yang amat kaya sehingga arsitektur Bali pun dapat diterjemahkan dengan luas dan terbuka oleh siapa pun, mengingat Bali merupakan salah satu tujuan bagi para pelancong di seluruh dunia. Popo Danes sendiri juga amat terbuka dengan beragam pemikiran akan metode desain yang begitu beragam. Namun, satu hal penting yang harus diingat adalah budaya Bali yang tidak boleh tidur.

Menurut Popo Danes, masyarakat Bali yang baik haruslah menyadari apa yang diistilahkannya dengan local performance. Aksi menggunakan material lokal memang menjadi salah satu dari local performance. Namun hal ini haruslah dicermati sebab ketersediaan material lokal pun berhadapan dengan limitasi. Untuk itu, para arsitek muda haruslah dapat menciptakan inovasi-inovasi yang menarik namun tetap berakar pada local culture dan local material yang ada.

Penting halnya bagi seorang Popo Danes untuk menyusun sendiri metode desain, idealisme dan sikap yang harus diambil dalam menghadapi pertemuan antara unsur tradisional setempat dan modernisasi. Ia menyebut karyanya berada pada Hospitality Architecture mengingat Bali adalah destinasi pariwisata yang utama di negeri ini.  Kehadiran karyanya lebih ditekankan pada kenyamanan akan kualitas ruang yang ada.

Diskusi kemudian dilanjutkan dengan pandangan yang disampaikan oleh Putu Swasta. Sebagai arsitek haruslah melakukan perjalanan-perjalanan pribadi yang akan memperkaya pemikiran dan cara bersikap terhadap karyanya. Perjalanan kultural, visual, dan spiritual tentu akan merangsang kreativitas lain yang belum pernah tercipta sebelumnya.

Ia percaya bahwa Bali merupakan laboratorium bagi arsitek di seluruh dunia, meski terkadang, suatu karya arsitektural tidak lebih dari komoditas dan economy trading semata. Bali saat ini, memiliki tingkat kecepatan pembangunan yang sangat tinggi apabila dibandingkan dengan perencanaan pembangunannya sendiri. Setiap orang berlomba-lomba menaruh bangunannya di Bali dengan hilangnya respek terhadap kekayaan budaya setempat.

Pemerintah tentunya amat berperan dalam pengembangan Bali ke depannya. Karakteristik Bali adalah hal awal dan utama yang menjadikan Bali sebagai ikon pariwisata dunia. Apabila suatu hari Bali kehilangan karakternya sehingga tak ubahnya seperti tempat-tempat lain yang kehilangan identitasnya, tentu akan membawa Bali pada sebuah keterpurukan.

Audiens Talkshow

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi diskusi. Pertanyaan pertama datang dari Eka terkait akan kehadiran bangunan tinggi yang bertolak belakang dengan kepercayaan masyarakat Bali akan letak nilai kesucian di atas kepala manusia. Popo Danes menjawab dengan hadirnya pilihan-pilihan yang kemudian harus diputuskan secara pribadi dengan pemikiran dan argumentasinya. Bahwa, arsitektur itu haruslah kritis namun juga di sisi lain menjadi sensitive. Sedangkan Putu Swasta menambahkan, untuk urusan keefektifitasan, bangunan tinggi memang menjadi solusi instan tapi perlu dikaji lagi sehingga karakteristik Bali tetap bertahan.

Pertanyaan kedua datang dari Aldi yakni tentang kekhawatiran akan Bali yang semakin lama meniru pada cerminan kota-kota mayoritas di luar sana yang mulai kehilangan karakternya. Keputusan pelebaran jalan dan penciptaan public transport menjadi pertanyaan lebih lanjut akan ‘mau dibawa kemanakah Bali ini’. Para narasumber menjawab dengan pemikiran seorang arsitek yang harus berpikir secara beyond sehingga dampak-dampak sosial termasuk menjadi perhitungan dalam perencanaan sebuah desain.

Para Penanya: Eka dan Aldi

Akhir kata, kedua narasumber menyebutkan bahwa para arsitek Bali dan masyarakat Bali haruslah terbuka pada modernisasi walaupun tiap-tiap elemen yang masuk harus disaring dengan ketat. Sebab, dengan kolaborasi antara keduanya diharapkan akan tercipta suatu signature baru  yang akan membawa Bali pada karakter yang unik dan tetap mendorong kemajuan ekonomi lokal. Pertemuan dua unsure ini akan membawaa arsitektur Bali pada tatatanan baru yang menarik untuk terus diikuti. Selain itu, diharapkan generasi muda memunculkan inisiatif dalam menyikapi green code, perubahan lahan, serta re-use material. Dengan adanya komitmen yang tercipta secara mandiri, tentunya akan membawa sikap yang baik bagi tiap-tiap arsitek muda yang berkarya di pulau Bali ini.

ki-ka: Andesita Oki, Popo Danes, Putu Swasta





No comments:

Post a Comment