Friday, October 31, 2014

Post Event Release : Architects Under Big 3 #54 Agnes Carissa




Diskusi AUB bersama Agnes di Rooftop PopoDanes Architect tergolong unik, karena Agnes mengawali diskusi nya dengan meminta peserta yang hadir untuk memperkenalkan diri dengan menyebut nama dan menyebutkan 1 fakta unik dari diri mereka, Agnes pun mengawali perkenalan dari dirinya sendiri, Agnes Carissa adalah lulusan UNSW (University of New South Wales) dan fakta unik yang dimiliki Agnes adalah kemanapun Agnes pergi, tidak banyak orang yang bisa menebak dari mana daerah asal Agnes dimana itu adalah Bali, Agnes menjelaskan kebanyakan orang selalu menerka Agnes berasal dari Jakarta, perkenalan pun berlanjut ke peserta diskusi yang hadir dan suasana diskusi menjadi fun.

Agnes pun melanjutkan diskusi ke materi presentasi, Agnes menjelaskan mengenai pengalaman pertama Agnes menepuh pendidikan di UNSW, perkenalan awal dari UNSW disebut dengan O-week (Orientation Week) atau di Indonesia sering disebut dengan ospek yang diadakan 2 kali setahun yakni bulan Februari dan Juli, Agnes menjelaskan bahwa inti dari kegiatan O Week ini adalah ‘having fun’, karena setiap fakultas memiliki cara dan game yang unik untuk memperkenalkan jurusan mereka kepada mahasiswa baru. Agnes menjelaskan bahwa jurusan yang diambil Agnes yakni Interior Architecture termasuk di dalam fakultas Built Environment.


Seminggu setelah melewati O Week, Agnes menerima kuliah dari dosennya yang bernama Russel Rodrigo yang  merupakan ketua jurusan Interior Architecture, hari pertama Agnes menerima kuliah dari Russel Rodrigo, beliau memberi pertanyaan “What is Interior Architecture”, yang jawabannya adalah desain yang secara general memiliki kaitan langsung dengan manusia, namun Agnes menjelaskan lagi bahwa Interior Architecture berbeda dengan Interior Design, memiliki arti yang berbeda namun saling melengkapi, sebagian besar elemen dalam desain dibawa kedalam elemen Arsitektur dimana mikro mempengaruhi makro.

Agnes menjelaskan ada beberapa elemen interior mikro yang dapat mempengaruhi makro, yakni Shadow (bisa memberikan kesan “wow” kedalam sebuah ruangan dan sebuah Arsitektur), lalu Materiality (seperti kayu dapat menimbulkan kesan homy dan leisure), Detail, Lighting (dapat meberi Ambience yang berbeda pada sebuah ruangan), Alienation (elemen elemen kontemporer yang menciptakan arsitektur baru), Structureless (dimana boundary wall, ceiling dan floor menjadi 1 finishing dan tidak akan terlihat dimana letak struktur nya). Agnes memberikan contoh karya Shigeru Ban (Center Pompidou),  menurut Agnes bangunan dapat member contoh mengenai “Interior part of Exterior, dimana ambience diluar terasa di interior bangunan ini, sehingga menurut Agnes bahwa Interior sebuah bangunan perlu merasakan apa yang terlihat di Exterior. Contoh selanjutnya yang Agnes beri adalah Alila Vila, Uluwatu, menurut Agnes variasi design bangunan ini terdapat di Shadow Cast dan Lighting nya, dimana elemen detail ukiran yang ada pada Alila merupakan point of unique sehingga mikro (detail ukiran) dapat mempengaruhi tampilan makro dari Alila. Menurut Agnes, Arsitek yang selalu memilik konsep Interior Architecture adalah Zaha Hadid, dimana disetiap desain Zaha Hadid, permainan yang ada di exterior nya selalu di bawa langsung ke interiornya.


Agnes pun melanjutkan diskusi nya ke studio Tugas Akhir nya, Tugas Akhir Agnes di beri judul Bondi Pavillion, merupakan sebuah bangunan performing arts yang berlokasi di Bondi, Bondi Pavillion merupakan proyek revitalisasi di Tugas Akhir Agnes, karena Agnes merasa kehadiran bangunan ini tidak dirasakan oleh orang di sekitar nya walaupun banyak orang berkumpul menikmati view pantai yang ada di dekat Bondi Pavillion, namun mereka bila ditanya mengenai Bondi Pavillion banyak yang kurang mengetahui, begitu menurut research finding yang dilakukan Agnes.

Beberapa research yang dilakukan Agnes adalah akses disekitar existing, people density dsb, dari research finding Agnes dapat menemukan colour palete pada Bondi pavillion, ciri khas bangunan dan bagaimana struktur bangunan tersebut, setelah mendapatkan beberapa hasil tersebut, Agnes memulai dengan membuat diagram angin dan diagram orientasi matahari, karena menurut Agnes, bangunan eksisting Bondi Pavilion ini sangat “stuffy” di luar dan Agnes ingin mencari cara agar dapat membuat bangunan lebih “airy” di dalam tanpa mengubah bentukan luar Bondi Pavilion.

Agnes kemudian memperoleh beberapa strategi desain yakni; eksterior bangunan yang tidak boleh diubah membuat Agnes melakukan extention ke bawah sehingga terdapat lower ground dan basement, lalu Agnes muncul dengan konsep “wave” dikarenakan letak Bondi Pavilion yang sangat berdekatan dengan pantai dan menurut Agnes wave (gelombang) merupakan salah satu bagian dari pantai dan juga tedapat istilah wave di dalam musik, sehingga membuat kata “wave” mempunyai kaitan langsung dengan Bondi Pavilion yang dekat dengan pantai dan merupakan bangunan Performing Arts. Desain Agnes mengarahkan orang yang akan memasuki Bondi Pavilion di arahkan ke lantai basement dengan tujuan agar orang yang memasuki Bondi Pavilion lebih mengeksplor bangunan tersebut. Agnes juga menggunakan material yang memiliki warna kontras di area reception dengan tujuan menimbulkan kesan outstanding dan orang bisa mendapatkan kesan bahwa itu tempat baru. Lantai paling atas (ground) di gunakan Agnes untuk area shower dengan tujuan mempermudah orang yang datang dari pantai dan juga di area shower dapat menikmati musik dari galeri di bawahnya.

Agnes selanjutnya menjelaskan tentang mata kuliah lainnya yang sudah di terima selama di UNSW, salah satunya adalah pelajaran menggambar teknik, dimana Agnes di beri sebuah proyek untuk merenovasi sebuah “Wine Bar” yang facade nya tidak boleh di ubah karena termasuk bangunan bersejarah. Selanjutnya mata kuliah “History” dimana Agnes mempelajari tentang Hary Sadler house, dan di winter course Agnes mengikuti kompetisi bersama kelompoknya untuk Housing for Health yang di adakan oleh organisasi Health Habitat. Agnes juga menjelaskan di akhir masa perkuliahan nya di UNSW hanya 50 orang yang berhasil lulus dari 250 mahasiswa yang pertama mendaftar.


Diskusi pun berlanjut ke sesi tanya jawab, pertanyaan pertama datang dari Darma (mahasiswa Universitas Udayana), Darma bertanya perihal keberhasilan Agnes yang masuk dalam 50 orang yang dapat lulus dari UNSW. Agnes menjelaskan ketika kita melakukan research finding, haruslah research yang dalam, agar kita dapat memahami siapa klien kita, apa yang diinginkan klien dan apa brief nya, menurut Agnes ini merupakan dasar dari segalanya.

Pertanyaan kedua datang dari Gede (mahasiswa Universitas Udayana), Gede bertanya perihal bagaimana Agnes dapat memperoleh kesempatan untuk dapat kuliah di Australia. Agnes menjelaskan bahwa sebelum Agnes memulai kuliahnya di UNSW, Agnes mengikuti foundation di Indonesia, karena basis pengajaran di Australia berbeda dengan Indonesia, Agnes mengikuti foundation selama 8 bulan dan Agnes harus lulus dari semua nilai dari pelatihan selama 8 bulan, apabila Agnes dapat lulus dari semua mata pelajaran (termasuk matematika dan bahasa) maka Agnes pun dapat berangkat ke UNSW. 

Pertanyaan ketiga datang dari Kika (Arsitek PopoDanes), Kika bertanya perihal tantangan apasaja yang di hadapi Agnes selama Winter Course. Agnes menjelaskan bahwa Agnes hanya diberi waktu 3 minggu untuk menyelesaikan sebuah permainan dan diharuskan membentuk kelompok dengan teman teman yang sama sekali belum dikenal, setelah membentuk team mereka harus mengerjakan sebuah desain dan membuat maket skala 1:10 yang akhirnya harus dibuat dengan skala 1:1, sehingga menurut Agnes tantangannya adalah bagaimana kita harus bisa akrab dengan orang baru dan bagaimana harus dapat bekerjasama dengan orang baru.

Pertanyaan terakhir datang dari Kity (Arsitek PopoDanes), Kity bertanya perihal pilihan Agnes untuk magang di Popo Danes. Agnes menjelaskan dengan 2 poin, yang pertama dikarenakan nama Popo Danes adalah nama arsitek yang Agnes sudah ketahui sejak Agnes kecil, dan kedua, menurut Agnes, Popo Danes memiliki karakter yang kuat dalam desain, Popo Danes dapat membuat icon yang benar benar merupakan ciri khas Popo Danes sendiri, Agnes juga menyukai desain arsitektur Bali dari Popo Danes yang menurut Agnes “airy” dan “homy”. 


No comments:

Post a Comment