Thursday, October 9, 2014

Post Event Release : Architects Under Big 3 #53 Tobias Kea Suksmalana



Diskusi bersama Tobias di area garden Popo Danes Architect kali ini dimulai dengan perkenalan Tobias yang merupakan alumni UGM dan saat ini bekerja di EFF Studio, Tobias membagikan pengalaman tentang arsitektur Nusantara dengan penjelasan melalui diskusi AUB #53 kali ini.
Menurut Tobias pengertian mengenai Arsitektur Nusantara belum seragam saat ini dan Arsitektur Nusantara tidak sama dengan Arsitektur Tradisional namun berhubungan satu sama lain, perbedaanya dijelaskan Tobias melalui contoh, menurut Tobias, Arsitektur Tradisional adalah persepsi pertama, kajian etnic dan berhubungan langsung dengan geografis dan budaya di daerah setempat, sehingga menurut Tobias yang memberikan contoh dengan arsitektur Toraja, Jawa dan Flores, ketiga arsitektur ini adalah berbeda dari segi Arsitektur Tradisional, Namun ketiga Arsitektur ini adalah sama bila dilihat dari segi Arsitektur Nusantara.

 
Kesamaan ketiga Arsitektur ini dalam segi Arsitektur Nusantara bukan tentang etnis dan budaya nya, namun mengenai pendekatan membangun, filsafat membangun, begitu juga dengan daerah lainnya di Indonesia, ilmu membangunnya memiliki kesamaan. Tobias meberikan contoh “Wae Rebo”, secara adat Wae Rebo memiliki 6 rumah kerucut yang secara tradisional dan diturunkan secara adat, ke 6 kerucut ini memiliki 5 lantai, lantai pertama merupakan ruang tidur dan dapur, lantai 2-4 adalah penyimpanan bahan makanan dan lantai ke 5 merupakan penyimpanan barang pusaka. Menurut penjelasan Tobias, saat ini di “Wae Rebo” terdapat 7 kerucut, kerucut ke 7 mempunyai 2 kerucut kecil di belakangnya, kerucut ke 7 ini difungsikan sebagai rumah tidur wisatawan dan hanya memiliki 1 lantai, 2 kerucut yang lainnya dalah dapur dan kamar mandi. Sehingga menurut Tobias hal ini merupakan gabungan dari arsitektur Tradisional yang ditabrakan dengan konsep hospitality dan merupakan cara bangun Nusantara.
Hal ini menurut Tobias sama dengan filosofi Loloh Cem Cem dimana Loloh cem cem merupakan minuman tradisionak dari Bangli, dan secara tradisional merupakan perasan daun cem cem, namun saat ini sudah ditambah dengan sari gula aren, daun sirih dsb, sehingga rasanya lebih sesuai lidah. Hal ini sama dengan Arsitektur Nusantara yang mempunyai kemungkinan dicampur dengan fungsi dan teknologi saat ini dan lebih sesuai dengan masa kini.
Analogi kedua mengenai Arsitektur Nusantara yang menurut Tobias merupakan gabungan dari arsitektur Tradsional dan dikombinasikan menjadi 1 bentuk Arsitektur yang disesuaikan konteks kenkinian dihadirkan melalui contoh contoh karya kompetisi yang pernah di ikuti oleh Tobias. Sayembara pertama yang diikuti Tobias merupakan sayembara Rumah Tinggal, di sayembara ini Tobias mencoba mengambil sari sari nusantara dengan aspek Visual (memodifikasi motif batik Kaung yang di aplikasikan di beberapa bagian rumah), Tobias memodifikasi motif Batik Kaung dari segi ukuran dan pola. Tobias mengambil dari segi visual Batik Kawung dan di aplikasikan sebagai roaster sehingga sesuai dengan kebutuhan masa kini.
Sayembara kedua adalah rumah tinggal dengan konsep “Pastu Purusa Mandala”, menampilkan kenusantaraan lewat “Jiwanya”, yakni mengolah sari arsitektur Tradisional jawa dengan membagi lahan menjadi 4 kuadran, namun karena keterbatasan lahan, Tobias mengolah nya secara vertikal, menurut Tobias konsep Pastu Purusa Mandala memiliki pengembangan konsentris di area tengah yang difungsikan untuk penyimpanan pusaka dan benda berharga namun oleh Tobias digantikan dengan menghadirkan elemen alam sebagai pengganti perwujudan Yang Maha Kuasa yang di redefinisikan.
Proyek ke tiga Tobias adalah GOR Universitas Gajah Mada, pada saat itu Tobias bertugas membantu dosennya dalam mendisain GOR ini, desain GOR ini menggunakan filosofi joglo yang terbentuk dari 4 arah mata angin, dengan 4 soko guru sebagai 4 pilar utama yang di sakralkan, tiang ke 5 berada di tengah diekspresikan untuk mengarah ke Yang Maha Kuasa. Konsep struktur GOR ini adalah kuda kuda baja yang di kembangkan bentuknya menjadi seperti ranting ranting pohon, sehingga yang ada di dalam GOR akan memilii kesan seperti bermain di bawah pohon.
Karya terakhir dari Tobias dalam diskusi ini merupakan sayembara Arsitektur Nusantara dari Propan yang diikuti Tobias pada tahun 2013, di dalam komeptisi ini Tobias mendisain “Balai Budaya Menitis Tajo”, Tajo merupakan sebuah desa di Flores yang rumah adatnya sudah hilang, dan ada keinginan dari masyarakatnya untuk membangun kembali rumah adatnya. Menurut Tobias dalam setiap pola kampung selalu ada arah orientasi masing masing, sehingga Tobias mencoba untuk menemukan orientasi terpenting dari kampung dan akhirnya menemukan bahwa orientasi dari dari desa ini ada di tengah, area tengah merupakan lapangan terbuka yang di gunakan untuk Tarian Budaya, sehingga area tengah tidak boleh di bangun. Dengan pola yang sudah ada, Tobias memutuskan untuk lokasi Balai Budaya untuk mengikuti orientasi.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Tobias adalah mencari seperti apa bentuk dari rumah adat Desa Tajo, sehingga Tobias melakukan pendekatan dengan menerka dan melihat rumah adat di sekitar Flores dan dicari persamaanya, Tobias menemukan bahwa elemen atap memiliki proporsi yang paling besar/tinggi dan dengan sudut yang curam. Tobias menjelaskan bahwa proses berpikir selanjutnya berangkat dari berpikir layaknya masyarakat jaman dulu, dan mencari bentukan rumah adat dengan inspirasi rumah adat yang lain dan di modifikasi, memodifikasi bentuk rumah adat adalah tantangan untuk mengolah Arsitektur Tradisional yang disesuaikan dengan kekinian.
Tobias melanjutkan penjelasan mengenai Arsitektur Nusantara sebenarnya adalah Arsitektur Pernaungan dan kita tidak perlu membatasi diri dengan alam, karena menurut Tobias, di dalam cuaca yang suhu nya paling extrim manusia di Indonesia masih dapat bertahan tanpa dinding, dan dalam suhu terdingin pun tidak akan membunuh kita. Elemen atap merupakan yang paling penting dan yang kedua adalah lantai, sedangkan dinding bukanlah kebutuhan primer menurut Tobias. Pendekatan lain yang harus dilakukan dalam berarsitektur Nusantara menurut Tobias adalah tentang memahami iklim di tapak dan fleksibilitas ruang, kenusantaraan saat kita tidak tau prosesnya, bagaimana membangunnya kita tidak akan tau semangatnya dan hanya melihat hebatnya saja dari luar.
Tobias kemudian menjelaskan mengapa arsitektur nusantara penting untuk di share, karena Tobias yakin bahwa pendidikan mahasiswa di kuliah banyak belajar Arsitektur Barat dan filsafatnya, alangkah lebih baik agar pengetahuan tersebut berimbang, menurut Tobias pengetahuan nusantara penting bagi kita seandainya kedepan nantinya ada yang konsisten menjadi Arsitek, ini penting  di saat kita membuat pilihan desain agar tetap selaras dengan lingkungan dan tidak merusak keindahan alam.
Diskusi kemudian dilanjutkan ke sesi tanya jawab, pertanyaan pertama datang dari Sandro, Sandro menanyakan beberapa perihal yang pertama bagaimana mengimplementasikan Arsitektur Nusantara di era terkini terutama di area urban, kedua mengenai Arsitektur adalah kebutuhan manusia untuk bernaung, dan bagaimana bila pola pikir dan aktivitasnya sudah berbeda dari manusia Nusantara jaman dulu. Ketiga mengenai seberapa Nusantara adalah Nusantara, apa parameter nilai nilai nusantara sudah di aplikasikan ke dalam suatu bangunan sehingga dapat dikatakan bahwa bangunan tersebut memiliki nilai nilai kenusantaraan.


Tobias menanggapi pertanyaan pertama dengan menjelaskan yang bisa diimplementasikan/patut diperjuangkan adalah membagikan pengetahuan dan semangat kenusantaraan kita kedalam sebuah desain bangunan masa kini, contohnya dengan menggunakan pintu dari anyaman bambu, karena hal itu juga sebagai upaya pelestarian anyaman. Pertanyaan kedua ditanggapi dengan penjelasan bahwa tidak dapat diprediksi seperti apa, konsentrasinya adalah saat kita berbicara Arsitektur Nusantara, pengetahuan yang ada adalah teknik membangun, bagaimana menanggapi iklim yang ada sekarang dan implementasi ke dalam desain seperti apa, jadi intinya adalah memahami pengetahuan lingkungan disekitarnya. Pertanyaan ketiga ditanggapi Tobias dengan penjelasan bahwa hal tersebut dapat menggunakan salah satu cara yang di gunakan Tobias yakni dengan mengambil segi visual nya dalam hal penerapan Arsitektur Nusantara, namun yang menjadi catatan adalah dalam menerapkan segi visual, kita harus memiliki alasan yang tepat, bukan hanya menempel pola Nusantara tersebut ke sebuah bangunan.
Penjelasan Tobias kemudian ditanggapi kembali oleh Sandro dengan pendapat bahwa permasalahn mengimplementasikan Arsitektur Nusantara di era kekinian yang benar benar realistis ada di kota besar, karena aktivitas manusia lebih terkonsentrasi dan manusia kini tidak lagi menganggap nilai Arsitektur Nusantara sebagai nilai sakral, seperti pengurusan IMB di bali, untuk mendapatkan ijin bisa hanya dengan menempel atap ukiran bali agar terlihat seperti arsitektur Bali. Sandro juga berpendapat bahwa bagaimana seandainya pola pikir sekarang telah berubah, yang dulu menggunakan Bambu, sekarang lebih suka menggunakan semen karena lebih gampang, dan sejauh apakah parameter Arsitektur Nusantara, bila hanya dapat diterapkan dari segi visual saja, kemanakah perginya makna?.
Tobias menanggapi dengan penjelasan bahwa kita memang tidak bisa memaksakan idealisme ke dalam suatu sistem yang sudah terbentuk, tapi bila pola pikir sudah berubah, kita sebagai Arsitek bisa mengubah pola pikir itu kembali, Arsitek punya kewajiban untuk membagi pengetahuan dan semangat untuk mengubah pola pikir. Penjelasan selanjutnya dari Tobias mengenai parameter adalah tidak ada parameter yang bisa menentukan nilai kenusantaraan, nilai kenusantaraan bukan dipakai untuk membuat suatu parameter, bagaimana kita sebagai Arsitek untuk membawa nilai nilai itu. Hak setiap orang untuk menilai suatu bangunan, karena kenusantaraan tidak bisa diimplementasikan dalam satu hal bersamaan.
Pertanyaan selanjutnya datang dari Mahasiswa baru Universitas Udayana, bertanya perihal bagaimana tips menghadapi dunia Arsitektur agar kemudian dapat menjadi lebih baik.
Tobias menanggapi dengan menyarankan untuk belajarlah seluanya, bukan berarti Arsitektur Nusantara adalah hal yang paling baik dan satu satu nya yang harus dipelajari, karena di saat kita sudah membatasi diri kita sendiri, saat itu lah pengalaman hidup kita terputus, karena kita tidak tau kemungkinan lain yang akan datang, passion nya dimana harus terus dicari dan jalani saja.

Pertanyaan selanjutnya datang dari Kiki (Arsitek EFF Studio), Kiki bertanya perihal dalam pengalaman Tobias menyarikan Arsitektur Kekinian itu, hal inti apa yang didapatkan tentang Arsitektur Nusantara, apakah tentang semua yang mengandung sari sari Nusantara, makna, pola, dsb adalah Ars Nusantara, apakah hanya visualnya saja, atau keduanya.
Tobias menanggapi dengan penjelasan bahwa secara nilai ada  banyak hal, yang utama kita sebagai orang Indonesia harus peka terhadap fenomena fenomena yang sedang muncul, seperti ilmu ketukangan yang akan digantikan oleh mesin suatu saat nanti. Peka terhadap fenomena yang ada akan menjadi pilihan utama.
Kiki kembali menanggapi dengan pertanyaan mengenai apakah yang Tobias ingin tekankan disini, apakah hanya semangatnya atau ada pola dan visual tertentu yang menjadikan itu Arsitektur Nusantara setelah Tobias melakukan pencarian tentang Arsitektur Nusantara dalam era kekinian.
Tobias menjelaskan bahwa tergantung fungsi untuk apa serta tujuannya untuk apa, bila segi visual yang ingin kita angkat, namun pasti segi semangatnya akan tetap kita perjuangkan.
Kiki kemudian mengajukan pertanyaan lagi mengenai Arsitektur Kolonial di Indonesia yang menyesuaikan dengan iklim di Indonesia, walaupun style yang digunakan adalah Belanda, tapi bila diperhatikan mereka sadar dengan kondisi lingkungan di Indonesia yang perlu banyak bukaan, ada teras dan roaster, memiliki atap lebih tinggi, apakah hal tersebut merupakan Arsitektur Nusantara dengan bentuk visual yang berbeda?.

Tobias menanggapi bahwa Arsitektur Kolonial adalah salah satu sikap positif, tidak serta merta mengaplikasikan apa yang mereka punya, namun juga beradaptasi dengan iklim di Indonesia, bangunan tersebut memiliki semangat Kenusantaraan.
Pertanyaan terakhir datang dari Tita (arsitek PopoDanes), Tita bertanya perihal dari beberapa karya sayembara yang sudah diselesaikan Tobias, karya manakah yang paling kental kenusantaraannya?
Tobias menjawab bahwa “Balai Budaya Menitis Tajo” adalah yang paling kental, karena pada sayembara Propan tersebut, Tobias meraih juara, dan Tobias merasa ide yang diaplikasikan oleh Tobias di hargai, dan Tobias memang berkeinginan untuk berexplorasi dengan kasus ini, dan karya ini secara proses memang paling kental dan yang paling Tobias perjuangkan.
Diskusi pun berakhir dan ditutup dengan kesimpulan dari Tobias yakni “Belajar Kenusantaraan itu penting untuk diperjuangkan, karena tantangan ke depan semakin ketat, tetapi bukan satu satunya yang harus dipelajari, namun perkembangan fungsi dan teknologi juga”.

No comments:

Post a Comment