Wednesday, April 25, 2012

Post Event Release Architects Under Big 3 -Closing The Second Year-


Memasuki edisi ke-12 di bulan April menjelang tutup tahun kedua Architects Under Big 3 (AUB3) serangkaian kegiatan yang lain dari biasanya diadakan, diantaranya: WorkshopConceiving Past Accommodating Future” oleh Deddy Wahjudi, kemudian diiikuti dengan Exhibition hasil workshop dan ditutup dengan Talkshow oleh Ary Indra (Intuitive Survival) dan Dickie Padmawidjaya (Organic Geometric).  

Workshop AUB 3 – Closing The 2nd Year 

Sebagai rangkaian acara Architect Under Big 3 -Closing The Second Year, Sabtu, 17 Maret 2012 bertempat di Danes Art Veranda diadakan workshop Arsitektur yang bertema “Conceiving Past Accommodating Future” dengan menghadirkan keynote speaker asal Bandung, Deddy Wahjudi.

Acara dibuka langsung oleh Popo Danes yang dilanjutkan dengan perkenalan Deddy Wahjudi kepada peserta workshop.

Deddy Wahjudi sebagai pemateri workshop

Deddy Wahjudi mengawali workshop dengan pokok bahasan Interaction Space (Ruang interaksi), diantaranya mencakup perkembangan teknologi, sosial, budaya, dan perubahan gaya hidup masyarakat yang berpengaruh pada interaksi sosial masyarakat saat ini. Dalam presentasinya, Deddy Wahjudi memberikan gambaran bagaimana masyarakat saat ini tidak bisa lepas dari gadget yang menjadi acuan perkembangan teknologi masa kini. Memang terdapat banyak manfaat yang bisa didapat dari kemajuan teknologi ini, namun di sisi lain teknologi membuat sebagian besar masyarakat hanya berinteraksi dengan dunianya sendiri tanpa interaksi secara nyata dengan orang lain (lack of interaction). Sebagai contoh, ketika dalam satu meja ada beberapa orang yang semuanya membawa gadget, mereka akan lebih memilih untuk sibuk dengan gadget mereka masing-masing dibandingkan dengan berinteraksi secara langsung dengan orang yang ada di sekitarnya. Hal yang sama juga terjadi dengan adanya teknologi lainnya seperti televisi, games, internet, yang membuat masyarakat sibuk dengan dunianya sendiri dan mulai malas untuk berinteraksi dengan orang lain secara langsung.

Dari segi sosial, Deddy Wahjudi juga menampilkan gambaran pasar sebagai contoh ruang interaksi yang ada dalam masyarakat. Namun dalam perkembangannya pasar sudah mulai ditinggalkan dan digantikan dengan adanya mini market yang menjamur dan membuat interaksi sosial yang sebelumnya ada pada pasar mulai ditinggalkan.

Seiring dengan perkembangan teknologi, daily manner; tatacara, kebiasaan dan sopan santun masyarakat dalam berinteraksi pun sudah mulai pudar. Hal-hal yang biasanya disampaikan secara verbal kini digantikan dengan tulisan atau simbol-simbol yang membuat sekat antara masyarakat itu sendiri dengan pemberi informasi.

Dalam prakteknya di dunia arsitektur, Deddy Wahjudi memberikan contoh bagaimana arsitektur Jepang yang menggambarkan dengan jelas sekat yang ada dalam ruang interaksi dengan sekat-sekat ruang pada sebagian besar bangunan arsitektur Jepang. Dalam prakteknya di Indonesia, ruang interaksi ini oleh Deddy Wahjudi digambarkan dalam studi kasus “Study on Social Space in Java”. Dalam hal ini dijelaskan bagaimana gambaran bangunanan rumah tinggal di wilayah Jawa yang pada umumnya akan berisi artefak yang didedikasikan untuk kebutuhan public sebagai tempat untuk berinteraksi, sebagai contoh: teras, pendopo, amben.

Deddy Wahjudi juga bercerita tentang kompetisi yang pernah ia ikuti dalam International Architecture Biennale Rotterdam (IABR) 2009 dengan proyek “Jakarta Ojek City”. Ide dari proyek ini adalah dari kesemrawutan transportasi yang ada di kota Jakarta, kondisi kota Jakarta yang tidak terencana, serta kebiasaan masyarakat yang informal. Dari ide tersebutlah dibuat konsep “Jakarta Ojek City” yang memberikan tempat untuk berkumpul, berinteraksi dan pada perkembangannya nanti bisa menjadi pusat informasi bagi masyarakat umum dan pariwisata.

Dari beberapa hal di atas, Deddy Wahjudi mengajak peserta workshop untuk mendiskusikan ide-ide baru dalam arsitektur yang dapat mengakomodasikan tempat untuk berkumpul, berinteraksi, dan memberikan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat di masa akan datang yang tidak terbatas dengan perubahan dan perkembangan teknologi, sosial, budaya,dan lingkungan.

Pada saat sesi diskusi, peserta workshop masing-masing diberikan “hadiah” berupa amplop yang berisi peta lokasi di beberapa wilayah di kota Denpasar. “Hadiah” ini diberikan sebagai bahan diskusi untuk dibuatkan ide dan konsep yang bisa memberikan ruang interaksi yang dapat mengakomodasi kebutuhan di masa depan sesuai dengan potensi dari masing-masing lokasi daerah.

suasana workshop
foto bersama pemateri, peserta dan panitia workshop


Exhibition Workshop AUB3 – Closing The 2nd Year 

audiens yang sedang melihat pameran
Pameran kali ini merupakan pameran hasil workshop yang telah dilaksanakan sebelumnya. Pameran dibuka pada Jumat, 13 April 2012 dan berlangsung selama 10 hari.

Popo Danes membuka pameran ditandai dengan penanaman pohon
Dalam acara pembukaan tersebut juga diadakan poling untuk pemilihan poster dan presenter terfavorit AUB3 edisi 13 – 23. Poster terfavorit diberikan kepada Fajar Ikhwan (presenter AUB #21) dan presenter terfavorit diberikan kepada Robby Tresna (presenter AUB #20). Selain itu diberikan juga beberapa penghargaan kepada presenter dan audiens terhadap sumbangsih mereka selama AUB3 2nd year. Penghargaan tersebut antara lain: The Most Interactive Presenter: Robby Tresna (AUB #20), The Most Cooperative Presenter: I.G.A.N Widianingrat & Made Sugiantara (AUB #13), Presenter with The Most Audience: Khrisna Adithya (AUB #17), The Most Frequently Ask: Rizeki Raharja, The Most Active and Responsive Audience: Errik Irwan Wibowo dan yang terakhir adalah Special Award yang jatuh kepada Cok Gung Pramanayogi.

ki - ka: Popo Danes bersama Fajar Ikhwan (Poster Terfavorit) dan Robby Tresna (Presenter Terfavorit)
Penyerahan AUB3 awards dilanjutkan dengan serah terima jabatan oleh Wira Putri sebagai Program Manager AUB3 tahun kedua kepada PM AUB3 tahun ketiga. Program Manager AUB3 tahun ketiga dilanjutkan oleh Andesita Oki yang dibantu oleh Jeanne Elisabeth. 

Talkshow AUB – Closing The 2nd Year 

ki-ka: Rizeki Raharja, Dickie Padmawidjaya, Ary Indra, Popo Danes

DICKIE PADMAWIDJAYA (ORGANIC GEOMETRIC)

Menurut Dickie, kita tidak bisa memprediksi apa yang terjadi di masa depan. Kita hanya bisa mengamati tanda – tandanya kemudian menganalisis dan merespon tanda – tanda tersebut (yang mungkin saja) dapat menjadi arsitektur masa depan. Tanda – tanda yang muncul antara lain adanya keterbatasan lahan, energi dan keterbatasan dana.

Dickie kemudian menjelaskan beberapa proyek yang dilakukan oleh SUB. Dari beberapa proyek tersebut, dapat disimpulkan bahwa SUB melakukan pendekatan yang beragam dan disesuaikan dengan setiap proyeknya. Dickie mengatakan bahwa SUB adalah mitra dari pengguna jasanya dan bersama melakukan percobaan – percobaan dalam desainnya. Salah satu hasil percobaannya adalah memadukan material pabrikan dengan craftsmanship yang menghasilkan bentuk geometrik yang sangat organik.

Menurut Dickie tentang arsitektur tradisional dalam kaca mata arsitektur masa depan adalah dengan mencoba menginterpretasi ulang bentukan arsitektur tradisional. Alih –alih meminjam secara vulgar dari bentuk visual, Dickie lebih memilih untung meminjam bahasa ruang dari tradisi. Dickie menempatkan arsitektur masa depan sebagai wujud dari merespon dan menghormati kekayaan lokal.

ARY INDRA (INTUITIVE SURVIVAL)

Ary Indra memulai presentasinya dengan menunjukkan berbagai macam gambaran yang menunjukkan bagaimana awal dari berarsitektur. Apakah sebelum ada definisi arsitektur yang dimunculkan oleh Vitruvius, tidak ada yang namanya arsitektur? Menurut Ary, awal dari arsitektur ketika manusia mulai ingin mengekspresikan dan memaknai dari tempat tinggalnya. Ary lalu menjelaskan bagaimana caranya sendiri dalam berarsitektur. Bagi Ary, arsitektur pada dirinya tidak lepas dari memori akan masa kecilnya dalam merasakan ruang (yang secara sadar atau tidak sadar) terbawa hingga sekarang. Pengalaman masa lalu yang terakumulasi akan membentuk bagaimana arsitektur masa depan itu terbentuk. Hal itu tidak terlepas dari intuisi manusia. Intuisi dan imajinasi akan saling terkait dalam arsitektur.

Intuisi merupakan bagian dari ingatan, kata hati dalam merancang. Menurut Ary, letak intuisi dalam berarsitektur seperti merangkai mimpi. Ketika orang mulai tidak berani bermimpi mulai dalam, maka yang terjadi adalah kemandegan dalam arsitektur (arsitektur yang begitu – begitu saja). Intuisi seperti inilah yang sering dilupakan dan absen diajarkan di bangku kuliah. Karya arsitektur seharusnya tidak hanya berbicara tentang bentuk yang kasat mata tetapi harus multi dimensi. Arsitektur harus dapat dirasakan dan dinikmati dengan beragam indra, tidak hanya dilihat tetapi juga dirasakan dan diraba. Oleh karena itu, tak jarang Ary ikut memacu intuisi kliennya untuk mendapatkan desain yang ideal.

Intuisi akan membentuk identitas (personal imprint) seorang arsitek dalam karyanya. Mengali alam bawah sadar kita dan bermijinasi akan memperkuat karya arstektur. Dengan intuisi dari masing – masing arsitek akan memperkaya warna masa depan arsitektur Indonesia.

suasana pembukaan talkshow

Acara kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab. Rizeki sebagai moderator menanyakan konsistensi kedua arsitek tersebut dalam cara mendesain dengan pendekatan kontekstual. Baik Ary Indra dan Dickie menjawab bahwa mereka berusaha untuk tetap konsisten dengan apa yang dilakukan mereka sekarang. Ary dengan intuisinya dan Dickie dengan proses desainnya. Penanya kedua adalah Kalvar yang menanyakan pengalaman tergila yang pernah dialami oleh Dickie dan Ary yang dapat mempengaruhi proses mendesain. Dickie pun menjawab mungkin belum pernah mengalami pengalaman tergila tapi pernah mengalami pengalaman terparah, yaitu brainstorming dengan rekan setimnya hingga bertengkar selama seminggu. Tetapi pada akhirnya, ketiganya sadar bahwa kemampuan mereka saling melengkapi. Sedangkan Ary menjawab bahwa beliau pernah melakukan kesalahan terbesarnya dalam desain karena tidak percaya terhadap intuisinya. Tetapi seorang arsitek harus berani untuk melihat kesalahannya sendiri karena dari itu kita dapat mengetahui mana yang benar.

Penanya ketiga adalah Okta. Okta menanyakan kepada Dickie apa yang bisa membedakan ketiga arsitek dalam SUB. Dickie pun menjawab bahwa setiap arsitek dalam SUB mempunyai ciri khas masing – masing tetapi ketiga arsitek SUB ini memliki benang merah. Okta juga bertanya kepada Ary bagaimana memutuskan intuisi mana yang akan diambil atau tidak. Ary menjawab bahwa intuisi itu tidak pernah salah. Jika sudah menggunakan intuisi sebenarnya tidak perlu memilah mana yang benar atau yang salah. Jika masih ada kesalahan berarti masih banyak gangguan dari luar.

Pertanyaan selanjutnya oleh Rizeki yaitu ketika terjadi bentrok intuisi antara arsitek dengan klien dan apa sebenarnya tanggungjawab dari seorang arsitek, apakah dengan membuat bangunan yang baik atau terus berkarya tanpa henti. Dickie pun menjawab bahwa cara yang paling mudah untuk menghindari perselisihan dengan klien yaitu dengan menurunkan kualitas arsitektur sehingga dapat diterima oleh klien (kompromi). Sedangkan Ary menjawab bahwa arsitek tetap mempunyai kuasa karena kitalah yang belajar ilmu arsitektur tapi kita bisa melakukan kompromi terhadap beberapa hal tergantung kasusnya. Rizeki kemudian bertanya lagi, apakah Ary dan Dickie setuju bahwa arsitektur tidak hanya bentuk visual tetapi juga tentang pengalaman ruang. Ary dan Dickie mengungkapkan persetujuannya bahwa arsitektur tidak hanya bentuk visual. Ary berusaha mengenalkan itu kepada sang klien. Dickie menegaskan bahwa arsitektur tidak hanya mengenai bentuk saja tapi dapat meningkatkan kualitas hidup pengguna.

Acara diakhiri dengan pemberian kenang – kenangan berupa kaos AUB closing 2nd year kepada Ary Indra dan Dickie Padmawidjaya oleh Popo Danes. Dengan berakhirnya Talkshow maka berakhir pula Architects Under Big 3 - Closing The Second Year.

2 comments:

  1. thank you for sharing post event release!! i am working on an architecture project for our "process space" new media artist residency building in ubud and i totally understand what Deddy Wahjudi is talking about! really affirming toward our efforts. again thank you. haidai

    ReplyDelete
    Replies
    1. please come to AUB3 and you will see a lot of young architects and their projects :)

      Delete