“Spirit Dokumentasi Arsitektur”
Sebuah tahap dokumentasi menjadi sangat penting dan yang nantinya akan menghidupkan sebuah cerita tidak hanya hidup dalam otak saja, tetapi hidup dalam perbuatan hingga menghasilkan suatu artefak-artefak karya baru. Melalui proses dan pengamatan terhadap serangkaian tahap dokumentasi, kami mengklasifikasikan bahwa terdapat cara dokumentasi yang efektif untuk menyerap sebuah ide, tema, maupun idealis medan pengetahuan tertentu.
Dokumentasi fisik1 yang merupakan tahap awal, tidak hanya berupa studi tentang preseden bangunan,namun lebih luas lagi yaitu mengenai penjelajahan area makro beserta dinamika kehidupan didalamnya. Dokumentasi literasi2 selanjutnya merupakan sebuah tangan dan kaki untuk menaburkan ide, cerita, menjadi lebihinformatif dan menjadi lebih “lunak” untuk ditelan didalam pikir kita. Keduanya ditempa melalui dokumentasi psikis, dimana memori-memori tentang kegiatan yang sudah belangsung akan memiliki sebuah dampak untuk mengubah gaya hidup kita, tidak sekedar mengubah ide dan perbuatan dalam sepekan ataupun dalam setahun.
Berusaha terjun dan mencicipi berbagai kesulitan dan ketidaknyamanan dalam berproses adalah hal yang mutlak untuk mengawali sebuah panggilan. Hal itu akan memicu sebuah titik balik dan breaktrough terhadap kesadaran kita, dimana saat kita berkata “Cukup” terlalu cukup bahkan, sehingga perkataan itu yang membuat kita tidak mencoba merusak ataupun menghilangkan suatu bagian dari semesta.
Arsitektur merupakan salah satu halaman luas lintas budaya yang turut andil dalam perkembangan budaya. Dokumentasi budaya yang kami lakukan ‘hanya’ sekitar daerah atau rumah kita, Rumah Intaran. Sebuah ruang kecil di desa Bengkala Buleleng yang juga merupakan studio arsitektur. Jika kita saja tak mengenal jati diri kita sebagai arsitek, mau kemana arah budaya kita nanti?
Tentang Pemateri :
Daniel lahir di Batu, 29 Juni 1992, Arief lahir di Tangerang, 28 September 1993, dan Gama lahir di Malang, 20 Februari 1993. Ketiganya berarsitektur dengan bekal pendidikan dari Universitas Brawijaya Kota Malang. Studio Arsitektur Rumah Intaran menjadi tempat awal mereka bertiga untuk belajar dan berpraktek arsitektur. Daniel sudah berada di studio tersebut selama satu tahun, sedangkan Arief dan Gama bergabung kemudian sejak tiga bulan ini.
Bagi Daniel pengetahuan tentang arsitek tidaklah lengkap tanpa belajar material serta cara menggunakannya, lebih utama dia tertarik dengan material alami dan rahasia kemahiran pertukangan waktu dulu. Sebelumnya beberapa pekerjaan kreatif pernah di tangani seperti mapping
dan berkutat dengan fotografi desain. Harapannya semoga apa yang dia bisa berguna untuk mempertahankan keindahan semesta yang sudah “cukup” ini.
Arief semenjak masa kuliahnya dalam arsitektur ia menyadari bahwa arsitektur sangat sulit dijadikan pegangan hidup. Ia menyadari untuk tetap berkarya dalam arsitektur diperlukan penghasilan yang tetap. Hal itu juga yang menyadarkannya bahwa untuk menemukan jati dirinya dalam berarsitektur ataupun untuk menjadi arsitek yang idealis, ia harus memiliki materi yang cukup sehingga tidak menggantungkan hidupnya pada proyek arsitektur. Hal ini yang menjadikannya mulai mencari dan mencoba peluang – peluang bisnis semenjak menjadi mahasiswa di malang. Dari mulai berjualan sampai bekerja di kedai kopi. Dari sinilah akhirnya dia menemukan ketertarikannya terhadap kopi dan mulai mendalaminya sedikit demi sedikit. Melalui warung kopi pula ia mendapat tawaran dari Daniel untuk ikut bergabung di Rumah Intaran, untuk sekaligus mempelajari perkebunan dan pertanian Edible Landscape. Pendokumentasian bersama di Rumah Intaran pada akhirnya membuka berbagai peluang bisnis dan cakrawala tentang idealis berarsitektur.
Gama bergelut dengan eksposisinya tentang media yang menyampaikan arsitektur dalam kata-kata yang ringan. Mengusung semangat self-publish ia mengonsep, mencatat, mempackaging, dan mendistribusikan sendiri beberapa wacana ke publik. Ia merintis dengan salah satu alumni Rumah Intaran sebuah kumpulan wacana, prosa dan rasa arsitektur yang berjudul Damar. Saat ini sudah mulai menginjak edisi keempat. Dalam memperkaya wacana ia juga terjun ke dalam dunia seni dan menggelar beberapa kali pameran seni kontemporer di kotanya, Malang. Salah satu alasan ia menginjakkan kaki di Rumah Intaran, karena disini banyak sekali proses memproduksi wacana perlawanan terhadap budaya asing dengan menyelami lebih dalam budaya lokal melalui proses pendokumentasian. Selebihnya melalui proses itu pula ia belajar banyak hal baik untuk bekal menjadi arsitek yang memanusiakan manusia dan alam.
Tentang Architects Under Big 3:
Architects Under Big 3 (AUB3) diselenggarakan pada Jumat pertama tiap bulan yang dibawakan oleh arsitek muda berusia di bawah 30 tahun. Dalam kegiatan ini, arsitek muda diberi kesempatan untuk mempresentasikan karya arsitektur beserta pemikiran mereka pada publik melalui presentasi non formal yang diteruskan dengan diskusi santai. Bertempat di Danes Art Veranda, peserta diberi kebebasan untuk memilih ruangnya sendiri - di halaman, dek, roof top, galeri - dimanapun tempat dimana mereka rasa paling nyaman untuk berbagi cerita dengan pendengarnya. Melalui pendekatan ini, arsitek muda beserta ide dan karya arsitekturnya berkesempatan untuk mendapatkan ruang berkomunikasi dengan khalayak yang lebih luas, baik khalayak awam arsitektur maupun khalayak arsitektur.
Nama kegiatan: Architects Under Big 3
Edisi: 85
Jenis kegiatan: Presentasi dan Diskusi
Pembicara: Daniel Tria Pramono, Muhammad Arief Muttaqin, & Raja Gama Era
Hari, Tanggal: Jumat, 5 Mei 2017
Waktu: 19.00 - 21.00 WITA
Lokasi : Danes Art Veranda, Jl. Hayam Wuruk no. 159 Denpasar 80235 Bali, Indonesia
Telepon: +62-361-242659
Fax: +62-361-242588
Contact Person: +62-81-337-068-319 (Dea)
Facebook: Architects Under Big 3
Twitter: @underbig3
Instagram: @underbig3
No comments:
Post a Comment