Thursday, November 30, 2017

Architects Under Big 3 91 - Poro(city): The Importance of Permeable Building

Architects Under Big 3 91 - Poro(city), The Importance of Permeable Building

Di Asia, khususnya Indonesia, kita banyak menemukan kasus dimana lingkungan dan ruang publik digantikan oleh bangunan pribadi, atau bangunan untuk kepentingan golongan tertentu. Bangunan tersebut seringkali dibangun tanpa perencanaan yang mempertimbangkan lingkungan, menyebabkan hilangnya fungsi dari elemen kota seperti ruang hijau maupun sungai. Hal ini akan berdampak buruk bagi kesejahteraan masyarakat maupun terhadap keberlanjutan kota tersebut.

Untuk meraih kota yang benar-benar “sustainable”, kita sebagai arsitek dituntut untuk bisa menemukan cara baru untuk menciptakan bangunan yang bersinergi dengan kota. Suatu bangunan pasti berada di tengah sistem perkotaan yang luas, yang memiliki jaringan energi dan air, keanekaragaman hayati, jaringan habitat, ruang publik dan sosial. Ketika salah satu atau beberapa sistem jaringan tersebut terdegradasi akibat pembangunan asal-asalan yang merajalela, kota dan penduduknya menderita. Bangunan yang baik adalah bangunan yang memberi dampak baik ke sistem jaringan kota dan lingkungannya, atau paling tidak menggantikan apa yang hilang dari lingkungan tersebut.

Dalam proses perancangan PORO(CITY), kami memiliki tujuan menciptakan bangunan yang secara ekonomi “profit making” namun dirancang secara terencana untuk menghubungkan atau memperbaiki sistem di mana mereka tertanam. Bangunan yang secara sistem bekerja seperti sponge, menyerap dan mengeluarkan kembali hasil resapan air untuk digunakan kembali. Bagaimana kita memfasilitasi kebutuhan masyarakat berbagai kalangan, kebutuhan ekonomi kota, sembari memperbaiki lingkungan dan ekosistem yang ada. Bukan sekedar merancang mall atau high rise mixed use yang dibangun dengan hanya memikirkan segi pendapatan ekonominya saja, tanpa memikirkan kualitas hidup masyarakat kota itu sendiri.

Tentang Pembicara :

Kiri ke Kanan, Fadhil Hafizh Sadewo, Inas Raras Maheningtyas, Asmita Puspasari, M. Ridho Kharisma Putra, dan Bimo Wicaksana

Inas Raras Maheningtyas dan tim yang terdiri dari Asmita Puspasari, M. Ridho Kharisma Putra, Bimo Wicaksana, dan Fadhil Hafizh Sadewo merupakan lulusan Arsitektur ITB 2016-2017. Pada masa kuliah mereka sering berkolaborasi dalam beberapa proyek dibawah himpunan Ikatan Mahasiswa Arsitektur Gunadharma ITB. Setelah selesai menyelesaikan Tugas Akhir, mereka memutuskan untuk bergabung menjadi sebuah tim untuk mengikuti kompetisi FuturArc 2017 yang bertema An Architecture for Common Good untuk menyalurkan minat dan concern-mereka terhadap arsitektur dan lingkungan, terutama terhadap kota Bandung tempat mereka kuliah selama 4 tahun. Dan mereka berhasil meraih penghargaan sebagai 1st Winner FuturArc 2017 pada Student Category.


Inas Raras Maheningtyas lahir di Jakarta, 3 Oktober 1994 merupakan ketua dari tim ini. Sejak lulus di akhir tahun 2016, Inas Raras bekerja di Adria Yurike Architects sebagai junior architect. Sejak kuliah Raras sangat aktif dan mendapatkan beberapa certification dan accreditation antara lain Top 100 Candidate for Djarum Foundation Scholarship Selection, meraih sertifikasi completing program requirement of Autocad2012 Certified Associate, meraih beasiswa untuk Excellent Academic Achievement Scholarship Program, dan pada oktober 2017 lalu menjadi 2ND Winner of Propan “Restoran Nusantara” Design Competition Destinasi Morotai yang diadakan oleh Kemenpar.

Asmita Puspasari, lahir pada tanggal 17 Juni 1994, saat ini bekerja sebagai Arsitek Junior di PT. Urbane Indonesia. Sebelum bekerja, Asmita pernah menjalani magang di beberapa tempat antara lain Luwist Space (2015) dan Akanoma Studio (2016). Selain itu Asmita juga aktif menjalani hobinya yaitu videografi dengan menjadi Story Director di Bandung Bicycle Club sejak 2015 hingga saat ini. Asmita juga sering mengikuti beberapa kompetisi arsitektur dan menjadi top 5 Finalist Mortar Utama Tropical House Competition dan top 25 Finalist OISTAT Theatre Architecture Competition.

M. Ridho Kharisma Putra, kelahiran Surabaya, 13 Januari 1995, lulus kuliah dengan predikat cum-laude pada tahun 2017. Ridho pernah mengikuti beberapa kompetisi arsitektur dan menjadi top 10 Finalist Rumah Intaran Wooden House Design Competition 2013. Ridho juga pernah mengikuti program Open Studio oleh Ara Studio tentang Analyzing Urban Context of Surabaya Old City dan pernah magang di konsultan arsitektur Mamostudio. Saat ini Ridho sedang menjalani magang di divisi Urban Design di PDW dan mengerjakan proyek freelance bersama Fadhil.

Bimo Wicaksana, lahir di Semarang pada 1 April 1995, lulus kuliah pada tahun 2017 dan saat ini bekerja sebagai Junior Urban Designer di PDW di Jakarta. Bimo yang mempunyai hobi di dunia desain grafis, fotografi, dan videografi, pernah magang di Budji + Royal Architecture + Design Filipina pada divisi arsitektur dan CPG Consultan Pte Ltd Singapura pada divisi urban planning. Bimo juga pernah mengikuti beberapa sayembara arsitektur dan menjadi top 12 Finalist Rumah Intaran Wooden House Design Competition 2013, Top 15 Finalist Escape House Design Competition by Wismakharman Expo 2016, dan top 5 Finalist Provident Residential Mid End House Design Competition.


Fadhil Hafizh Sadewo, lahir di Surabaya, 27 Februari 1994, lulus dengan predikat cum-laude pada tahun 2017 dan melanjutkan kerja sebagai Arsitek Junior di Design Alliance Workshop (DAW) di Jakarta. Pada masa kuliah, Fadhil mendapatkan prestasi sebagai Most Favorite Final Project Architecture ITB. Fadhil pernah mengikuti beberapa kompetisi arsitektur dan saat ini mengerjakan proyek freelance bersama Ridho.

No comments:

Post a Comment