Friday, January 6, 2012

Post Event Release Architects Under Big 3 #21 Fajar Ikhwan

Fajar Ikhwan 

Mengenal dunia arsitektur merupakan sebuah perjalanan hidup yang sangat mempengaruhi diri Fajar. Berbekal dengan tumbuh dan berkembang ditengah keberagaman sosial, menggugah rasa ingin tahu Fajar untuk mempelajari segala dinamika yang ada. Didorong oleh berkembangnya isu – isu yang mencuat, memunculkan pendapatnya bahwa sesungguhnya berarsitektur itu lebih dari sekedar memandang gaya (style), mengakomodir tren, ataupun berbicara tentang eksklusifitas sebuah karya arsitektur itu sendiri. 

Berkesempatan mempelajari lebih dalam tentang filosofi desain arsitektur lewat sebuah kompetisi desain bersama seorang Baskoro Tedjo, hingga terlibat langsung di tengah isu-isu "ruang kota" yang muncul, membuka rasa ingin tahu Fajar dalam membaca dan mempelajari fenomena kota untuk kemudian coba diterjemahkan lewat perspektif arsitektur. Bagaimana membaca masalah dengan teliti, sehingga desain yang dihasilkan merupakan jawaban yang setidaknya mendekati bijak lewat cara berfikir yang objektif. Mendalaminya dengan melibatkan diri dalam sebuah proses perenungan. Sebuah pengalaman yang memberi Fajar pelajaran berarti akan sebuah proses berarsitektur. 


Audiens AUB3 #21

Melalui hasil jepretan kameranya, Fajar memperlihatkan wajah kota Bandung sekaligus menangkap isu – isu dan permasalahan kota Bandung, salah satunya mengenai ruang baca publik.

Berbicara mengenai isu – isu progresif yang bermunculan di dalam masyarakat, ruang edukasi adalah hal dari sekian banyak ruang penting lain untuk diperhatikan. Dengan mencoba menghadirkan sebuah ruang bacaan yang bersifat edukatif dan rekreatif, diharapkan dapat memberikan stimulus positif sebagai ‘ruang’ baru bagi pendekatan proses edukasi di masyarakat. Menurut data United Nations Development Programs, Indonesia berada pada urutan ke 112 dalam bidang edukasi, dengan presentase 88% warga Indonesia yang sudah “melek” aksara. Melalui data suatu penelitian, didapatkan fakta bahwa saat ini warga kota lebih cenderung untuk menghasilkan waktunya di kafe dan mall daripada menghabiskan waktunya dengan membaca. Selain itu, fasilitas ruang baca umum yang layak juga sangat jarang ditemukan bila dibandingkan dengan di negara – negara tetangga.


Beberapa Ruang Baca Publik di Bandung (klik untuk perbesar)

Menurut Fajar, di tengah keberagaman pendefinisan terhadap ruang bersama, kita dihadapkan pada sebuah paradigma untuk melihat kembali dan merasakan pengalaman – pengalaman ruang yang lahir. Mengetahui lebih dari sekedar melihat secara visual, mencerna, dan berperan aktif lewat gerakan – gerakan sosial untuk berkontribusi dalam pembentukan ruang – ruang bersama yang bermanfaat. Fajar juga berkesempatan untuk terlibat dengan para aktivis / penggiat kreativitas lainnya dalam mencoba menciptakan bentuk – bentuk apresiasi terhadap pemikiran – pemikiran yang baru bagi ruang kota untuk bersama.

Sebuah ruang baca haruslah sebuah ruang yang rekreatif dan bisa dijadikan sebagai sebuah destinasi masyarakat. Sebuah ruang yang dapat digunakan oleh berbagai komunitas untuk menimba ilmu, memperluas pengetahuan dan berdiskusi di tempat yang sama. Ruang baca bukan melulu tentang buku, tetapi dapat dikombinasikan juga dengan tempat untuk “ngopi” dan “ngobrol”, sehingga lebih nyaman.


Audiens AUB3 #21


Fajar memperlihatkan beberapa ruang baca publik di Bandung, diantaranya Rumah Buku, Rumah Komik, Ruang Bermain, dan Rukukineruku. Selain itu, Fajar juga memperlihatkan beberapa hasil karya desainnya dalam menanggapi isu – isu ruang publik yang ada, hasil kolaborasi dengan arsitek di beberapa kota.  

Public Reading Space

Di akhir presentasi, Fajar memutarkan sebuah video bagaimana sebuah acara yang digagas anak muda di Bandung, Keuken menggunakan sebuah ruang publik untuk menyelenggarakan acara memasak yang juga dapat dinikmati oleh khalayak ramai. 


Robby Tresna, Salah Satu Penanya

Presentasi pun dilanjutkan ke sesi diskusi. Penanya pertama adalah Robby, presenter AUB3 #20. Robby bertanya apakah gagasan yang dimiliki Fajar untuk membuat Bali juga dapat memiliki ruang bersama yang dapat mengatasi permasalahan? Fajar menjawab dengan jelas, permasalahan utama di Bali adalah transportasi umum. Dengan penyediaan transportasi umum yang baik, nyaman, dan aman, hal tersebut bisa mengubah mindset masyarakat dalam penggunaan mobil pribadi. Dengan berkurangnya penggunaan mobil pribadi, tentunya juga akan mengurangi gas emisi. Calvar, salah satu audien, dan beberapa audien lainnya sangat tertarik dengan presentasi Fajar. Mereka tertarik karena ternyata masih ada anak muda yang masih memiliki visi positif terhadap ruang publik. Ketika ditanya akan kendala apa saja yang dihadapi oleh Fajar dalam mengimplementasikan ide – idenya, Fajar menjawab dengan cepat kendala utama yang dirasakan adalah menyatukan persepsi dan tujuan dari masing – masing individu, karena ini adalah kerja tim. Penanya terakhir,  Denny, menanyakan apa bedanya Rumah Komik dengan penyewaan komik biasa. Fajar menjawabnya dengan tegas bahwa Rumah Komik tidak hanya sekedar tempat untuk menyewa dan membaca komik, tetapi dilengkapi juga dengan fasilitas seperti kafe dan pertunjukan musik yang membuat orang ketika membaca komik menjadi lebih nyaman dan merasakan nilai lebih.

 “Dari kita, untuk kota yang tak pernah tertidur…..”

No comments:

Post a Comment