Diskusi bersama Tobias di area garden Popo Danes
Architect kali ini dimulai dengan perkenalan Tobias yang merupakan alumni UGM
dan saat ini bekerja di EFF Studio, Tobias membagikan pengalaman tentang
arsitektur Nusantara dengan penjelasan melalui diskusi AUB #53 kali ini.
Menurut Tobias pengertian mengenai Arsitektur Nusantara
belum seragam saat ini dan Arsitektur Nusantara tidak sama dengan Arsitektur
Tradisional namun berhubungan satu sama lain, perbedaanya dijelaskan Tobias
melalui contoh, menurut Tobias, Arsitektur Tradisional adalah persepsi pertama,
kajian etnic dan berhubungan langsung dengan geografis dan budaya di daerah
setempat, sehingga menurut Tobias yang memberikan contoh dengan arsitektur
Toraja, Jawa dan Flores, ketiga arsitektur ini adalah berbeda dari segi
Arsitektur Tradisional, Namun ketiga Arsitektur ini adalah sama bila dilihat dari
segi Arsitektur Nusantara.
Kesamaan ketiga Arsitektur ini dalam segi Arsitektur
Nusantara bukan tentang etnis dan budaya nya, namun mengenai pendekatan
membangun, filsafat membangun, begitu juga dengan daerah lainnya di Indonesia,
ilmu membangunnya memiliki kesamaan. Tobias meberikan contoh “Wae Rebo”, secara
adat Wae Rebo memiliki 6 rumah kerucut yang secara tradisional dan diturunkan
secara adat, ke 6 kerucut ini memiliki 5 lantai, lantai pertama merupakan ruang
tidur dan dapur, lantai 2-4 adalah penyimpanan bahan makanan dan lantai ke 5
merupakan penyimpanan barang pusaka. Menurut penjelasan Tobias, saat ini di
“Wae Rebo” terdapat 7 kerucut, kerucut ke 7 mempunyai 2 kerucut kecil di
belakangnya, kerucut ke 7 ini difungsikan sebagai rumah tidur wisatawan dan
hanya memiliki 1 lantai, 2 kerucut yang lainnya dalah dapur dan kamar mandi.
Sehingga menurut Tobias hal ini merupakan gabungan dari arsitektur Tradisional
yang ditabrakan dengan konsep hospitality dan merupakan cara bangun Nusantara.
Hal ini menurut Tobias sama dengan filosofi Loloh Cem Cem
dimana Loloh cem cem merupakan minuman tradisionak dari Bangli, dan secara
tradisional merupakan perasan daun cem cem, namun saat ini sudah ditambah
dengan sari gula aren, daun sirih dsb, sehingga rasanya lebih sesuai lidah. Hal
ini sama dengan Arsitektur Nusantara yang mempunyai kemungkinan dicampur dengan
fungsi dan teknologi saat ini dan lebih sesuai dengan masa kini.
Analogi kedua mengenai Arsitektur Nusantara yang menurut
Tobias merupakan gabungan dari arsitektur Tradsional dan dikombinasikan menjadi
1 bentuk Arsitektur yang disesuaikan konteks kenkinian dihadirkan melalui
contoh contoh karya kompetisi yang pernah di ikuti oleh Tobias. Sayembara
pertama yang diikuti Tobias merupakan sayembara Rumah Tinggal, di sayembara ini
Tobias mencoba mengambil sari sari nusantara dengan aspek Visual (memodifikasi
motif batik Kaung yang di aplikasikan di beberapa bagian rumah), Tobias
memodifikasi motif Batik Kaung dari segi ukuran dan pola. Tobias mengambil dari
segi visual Batik Kawung dan di aplikasikan sebagai roaster sehingga sesuai
dengan kebutuhan masa kini.
Sayembara kedua adalah rumah tinggal dengan konsep “Pastu
Purusa Mandala”, menampilkan kenusantaraan lewat “Jiwanya”, yakni mengolah sari
arsitektur Tradisional jawa dengan membagi lahan menjadi 4 kuadran, namun
karena keterbatasan lahan, Tobias mengolah nya secara vertikal, menurut Tobias
konsep Pastu Purusa Mandala memiliki pengembangan konsentris di area tengah
yang difungsikan untuk penyimpanan pusaka dan benda berharga namun oleh Tobias
digantikan dengan menghadirkan elemen alam sebagai pengganti perwujudan Yang
Maha Kuasa yang di redefinisikan.
Proyek ke tiga Tobias adalah GOR Universitas Gajah Mada,
pada saat itu Tobias bertugas membantu dosennya dalam mendisain GOR ini, desain
GOR ini menggunakan filosofi joglo yang terbentuk dari 4 arah mata angin,
dengan 4 soko guru sebagai 4 pilar utama yang di sakralkan, tiang ke 5 berada
di tengah diekspresikan untuk mengarah ke Yang Maha Kuasa. Konsep struktur GOR
ini adalah kuda kuda baja yang di kembangkan bentuknya menjadi seperti ranting
ranting pohon, sehingga yang ada di dalam GOR akan memilii kesan seperti
bermain di bawah pohon.
Karya terakhir dari Tobias dalam diskusi ini merupakan
sayembara Arsitektur Nusantara dari Propan yang diikuti Tobias pada tahun 2013,
di dalam komeptisi ini Tobias mendisain “Balai Budaya Menitis Tajo”, Tajo
merupakan sebuah desa di Flores yang rumah adatnya sudah hilang, dan ada
keinginan dari masyarakatnya untuk membangun kembali rumah adatnya. Menurut Tobias
dalam setiap pola kampung selalu ada arah orientasi masing masing, sehingga
Tobias mencoba untuk menemukan orientasi terpenting dari kampung dan akhirnya
menemukan bahwa orientasi dari dari desa ini ada di tengah, area tengah
merupakan lapangan terbuka yang di gunakan untuk Tarian Budaya, sehingga area
tengah tidak boleh di bangun. Dengan pola yang sudah ada, Tobias memutuskan
untuk lokasi Balai Budaya untuk mengikuti orientasi.
Langkah selanjutnya yang dilakukan Tobias adalah mencari
seperti apa bentuk dari rumah adat Desa Tajo, sehingga Tobias melakukan pendekatan
dengan menerka dan melihat rumah adat di sekitar Flores dan dicari persamaanya,
Tobias menemukan bahwa elemen atap memiliki proporsi yang paling besar/tinggi
dan dengan sudut yang curam. Tobias menjelaskan bahwa proses berpikir selanjutnya
berangkat dari berpikir layaknya masyarakat jaman dulu, dan mencari bentukan
rumah adat dengan inspirasi rumah adat yang lain dan di modifikasi,
memodifikasi bentuk rumah adat adalah tantangan untuk mengolah Arsitektur
Tradisional yang disesuaikan dengan kekinian.
Tobias melanjutkan penjelasan mengenai Arsitektur
Nusantara sebenarnya adalah Arsitektur Pernaungan dan kita tidak perlu
membatasi diri dengan alam, karena menurut Tobias, di dalam cuaca yang suhu nya
paling extrim manusia di Indonesia masih dapat bertahan tanpa dinding, dan dalam
suhu terdingin pun tidak akan membunuh kita. Elemen atap merupakan yang paling
penting dan yang kedua adalah lantai, sedangkan dinding bukanlah kebutuhan
primer menurut Tobias. Pendekatan lain yang harus dilakukan dalam berarsitektur
Nusantara menurut Tobias adalah tentang memahami iklim di tapak dan
fleksibilitas ruang, kenusantaraan saat kita tidak tau prosesnya, bagaimana
membangunnya kita tidak akan tau semangatnya dan hanya melihat hebatnya saja
dari luar.
Tobias kemudian menjelaskan mengapa arsitektur nusantara
penting untuk di share, karena Tobias yakin bahwa pendidikan mahasiswa di kuliah
banyak belajar Arsitektur Barat dan filsafatnya, alangkah lebih baik agar
pengetahuan tersebut berimbang, menurut Tobias pengetahuan nusantara penting
bagi kita seandainya kedepan nantinya ada yang konsisten menjadi Arsitek, ini
penting di saat kita membuat pilihan
desain agar tetap selaras dengan lingkungan dan tidak merusak keindahan alam.
Diskusi kemudian dilanjutkan ke sesi tanya jawab,
pertanyaan pertama datang dari Sandro, Sandro menanyakan beberapa perihal yang
pertama bagaimana mengimplementasikan Arsitektur Nusantara di era terkini
terutama di area urban, kedua mengenai Arsitektur adalah kebutuhan manusia
untuk bernaung, dan bagaimana bila pola pikir dan aktivitasnya sudah berbeda dari
manusia Nusantara jaman dulu. Ketiga mengenai seberapa Nusantara adalah
Nusantara, apa parameter nilai nilai nusantara sudah di aplikasikan ke dalam
suatu bangunan sehingga dapat dikatakan bahwa bangunan tersebut memiliki nilai
nilai kenusantaraan.
Tobias menanggapi pertanyaan pertama dengan menjelaskan
yang bisa diimplementasikan/patut diperjuangkan adalah membagikan pengetahuan
dan semangat kenusantaraan kita kedalam sebuah desain bangunan masa kini,
contohnya dengan menggunakan pintu dari anyaman bambu, karena hal itu juga
sebagai upaya pelestarian anyaman. Pertanyaan kedua ditanggapi dengan
penjelasan bahwa tidak dapat diprediksi seperti apa, konsentrasinya adalah saat
kita berbicara Arsitektur Nusantara, pengetahuan yang ada adalah teknik
membangun, bagaimana menanggapi iklim yang ada sekarang dan implementasi ke
dalam desain seperti apa, jadi intinya adalah memahami pengetahuan lingkungan
disekitarnya. Pertanyaan ketiga ditanggapi Tobias dengan penjelasan bahwa hal
tersebut dapat menggunakan salah satu cara yang di gunakan Tobias yakni dengan
mengambil segi visual nya dalam hal penerapan Arsitektur Nusantara, namun yang
menjadi catatan adalah dalam menerapkan segi visual, kita harus memiliki alasan
yang tepat, bukan hanya menempel pola Nusantara tersebut ke sebuah bangunan.
Penjelasan Tobias kemudian ditanggapi kembali oleh Sandro
dengan pendapat bahwa permasalahn mengimplementasikan Arsitektur Nusantara di
era kekinian yang benar benar realistis ada di kota besar, karena aktivitas
manusia lebih terkonsentrasi dan manusia kini tidak lagi menganggap nilai
Arsitektur Nusantara sebagai nilai sakral, seperti pengurusan IMB di bali,
untuk mendapatkan ijin bisa hanya dengan menempel atap ukiran bali agar
terlihat seperti arsitektur Bali. Sandro juga berpendapat bahwa bagaimana
seandainya pola pikir sekarang telah berubah, yang dulu menggunakan Bambu,
sekarang lebih suka menggunakan semen karena lebih gampang, dan sejauh apakah
parameter Arsitektur Nusantara, bila hanya dapat diterapkan dari segi visual
saja, kemanakah perginya makna?.
Tobias menanggapi dengan penjelasan bahwa kita memang
tidak bisa memaksakan idealisme ke dalam suatu sistem yang sudah terbentuk,
tapi bila pola pikir sudah berubah, kita sebagai Arsitek bisa mengubah pola
pikir itu kembali, Arsitek punya kewajiban untuk membagi pengetahuan dan
semangat untuk mengubah pola pikir. Penjelasan selanjutnya dari Tobias mengenai
parameter adalah tidak ada parameter yang bisa menentukan nilai kenusantaraan,
nilai kenusantaraan bukan dipakai untuk membuat suatu parameter, bagaimana kita
sebagai Arsitek untuk membawa nilai nilai itu. Hak setiap orang untuk menilai
suatu bangunan, karena kenusantaraan tidak bisa diimplementasikan dalam satu
hal bersamaan.
Pertanyaan selanjutnya datang dari Mahasiswa baru
Universitas Udayana, bertanya perihal bagaimana tips menghadapi dunia
Arsitektur agar kemudian dapat menjadi lebih baik.
Tobias menanggapi dengan menyarankan untuk belajarlah
seluanya, bukan berarti Arsitektur Nusantara adalah hal yang paling baik dan
satu satu nya yang harus dipelajari, karena di saat kita sudah membatasi diri
kita sendiri, saat itu lah pengalaman hidup kita terputus, karena kita tidak tau
kemungkinan lain yang akan datang, passion nya dimana harus terus dicari dan
jalani saja.
Pertanyaan selanjutnya datang dari Kiki (Arsitek EFF
Studio), Kiki bertanya perihal dalam pengalaman Tobias menyarikan Arsitektur
Kekinian itu, hal inti apa yang didapatkan tentang Arsitektur Nusantara, apakah
tentang semua yang mengandung sari sari Nusantara, makna, pola, dsb adalah Ars
Nusantara, apakah hanya visualnya saja, atau keduanya.
Tobias menanggapi dengan penjelasan bahwa secara nilai
ada banyak hal, yang utama kita sebagai
orang Indonesia harus peka terhadap fenomena fenomena yang sedang muncul,
seperti ilmu ketukangan yang akan digantikan oleh mesin suatu saat nanti. Peka terhadap
fenomena yang ada akan menjadi pilihan utama.
Kiki kembali menanggapi dengan pertanyaan mengenai apakah
yang Tobias ingin tekankan disini, apakah hanya semangatnya atau ada pola dan
visual tertentu yang menjadikan itu Arsitektur Nusantara setelah Tobias
melakukan pencarian tentang Arsitektur Nusantara dalam era kekinian.
Tobias menjelaskan bahwa tergantung fungsi untuk apa
serta tujuannya untuk apa, bila segi visual yang ingin kita angkat, namun pasti
segi semangatnya akan tetap kita perjuangkan.
Kiki kemudian mengajukan pertanyaan lagi mengenai
Arsitektur Kolonial di Indonesia yang menyesuaikan dengan iklim di Indonesia,
walaupun style yang digunakan adalah Belanda, tapi bila diperhatikan mereka
sadar dengan kondisi lingkungan di Indonesia yang perlu banyak bukaan, ada
teras dan roaster, memiliki atap lebih tinggi, apakah hal tersebut merupakan
Arsitektur Nusantara dengan bentuk visual yang berbeda?.
Tobias menanggapi bahwa Arsitektur Kolonial adalah salah
satu sikap positif, tidak serta merta mengaplikasikan apa yang mereka punya,
namun juga beradaptasi dengan iklim di Indonesia, bangunan tersebut memiliki
semangat Kenusantaraan.
Pertanyaan terakhir datang dari Tita (arsitek PopoDanes),
Tita bertanya perihal dari beberapa karya sayembara yang sudah diselesaikan
Tobias, karya manakah yang paling kental kenusantaraannya?
Tobias menjawab bahwa “Balai Budaya Menitis Tajo” adalah
yang paling kental, karena pada sayembara Propan tersebut, Tobias meraih juara,
dan Tobias merasa ide yang diaplikasikan oleh Tobias di hargai, dan Tobias
memang berkeinginan untuk berexplorasi dengan kasus ini, dan karya ini secara
proses memang paling kental dan yang paling Tobias perjuangkan.
Diskusi pun berakhir dan ditutup dengan kesimpulan dari
Tobias yakni “Belajar Kenusantaraan itu penting untuk diperjuangkan, karena
tantangan ke depan semakin ketat, tetapi bukan satu satunya yang harus
dipelajari, namun perkembangan fungsi dan teknologi juga”.
No comments:
Post a Comment